Mencoba memaknai hari-hari

Rabu, 19 Maret 2008

Jika Kesempatan Kedua Datang

"Jangan sombong, Fahri. Jangan merasa benar. Allah sedang berbicara padamu tentang sabar dan ikhlas"

Kalimat di atas adalah petikan dialog Fahri dan rekannya ketika berada di penjara akibat fitnah Noura. Tentu saja catatan itu hanyalah sekelumit adegan dalam film fenomenal 'Ayat-ayat Cinta'.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengomentari pro kontra seputar boomingnya film tersebut. Saya tertarik pada petikan dialog di atas dan mencoba menaruhnya pada dimensi lain dalam kehidupan. Betapa sebenarnya setiap detik kita adalah ujian yang mengandung muatan sabar dan ikhlas. saat kebahagiaan datang kesabaran sedang diuji. Saat kesulitan datang kesabaran juga yang sedang dibutuhkan.

Kesabaran memang dibagi tiga; sabar saat menghadapu musibah, sabar saat menghadapi kemungkaran dan sabar dalam ketaatan. Baik musibah, kemungkaran dan ketaatan adalah segala sesuatu yang menghinggapi kita manusia. Tidak jarang Allah juga menghadirkan kesempatan berulang dalam hidup kita untuk menguji apakah kita melakukan perbaikan dalam proses kehidupan kita. Meski kesempatan pertama terasa lebih heroik, tetapi sebenarnya jika kesempatan kedua datang justru merupakan ujian yang lebih berat dibanding kesempatan pertama.

Saya pernah memberikan pertanyaan kepada sejumlah remaja usia SMP dalam salah satu kegiatan Rohis di sekolah mereka. Saya tanyakan pada mereka " Jika Allah memberikan kesempatan kedua untuk terlahir kembali sebagai manusia, apa yang kalian harapkan?"
Ada dua jawaban kontras yang menarik perhatian saya. jawaban pertama dari bocah bernama Asih yang mengatakan: "Saya memilih terlahir sebagai diri saya, dalam keluarga saya seperti hari ini dengan segala yang ada pada diri saya saya rasa cukup, Mbak. selanjutnya saya akan memperbaiki akhlak saya".

Hmm...jawaban yang indah. Tentu saja jawaban ini tidak merisaukan, karena saya pun kurang lebih aka mengatakan demikian. Sebuah ekspresi kesyukuran yang tak terkira.
Jawaban kedua : " Saya memilih mati bersama ibu saya yang meninggal sewaktu melahirkan saya"

Jawaban kedua ini membuat saya bungkam. Jawaban itu keluar dari bocah bernama Sherli yang sepengetahuan saya justru merupakan tipikal remaja yang ceria, murah senyum, manis, dan sabar. Ternyata penilaian saya padanya salah besar. Mendengar jawaban yang demikian, naluri keibuan saya langsung meledak-ledak. Saya mencoba mendekati bocah itu, mencoba berbicara padanya dari hati kehati, mengajaknya ke beberapa tempat yang saya kunjungi, memboncengkannya atau memberinya hadiah-hadian kecil. Pada akhirnya saya tahu bahwa dia terlahir sebagai yatik piatu, hidup bersama neneknya dan tidak pernah merasakan kehangatan kasih sayang ibu.

"Sherli boleh bercerita apa saja pada Mbak kalau Sherli mau", kata saya suatu kali sambil membetulkan jilbabnya. Ada binar di matanya. Begitulah, setelah itu saya merasa ia adalah bagian dari apa yang juga harus saya fikirkan. Seorang adik barangkali.
Setelah itu pula ia seringkali mengirimi saya SMS-SMS atau menyampaikan tulisan-tulisannya yang kemudian saya arsipkan. Semua bercerita tentang kerinduannya akan sosok Ibu. Ada banyak pelajaran yang saya dapat darinya, pelajaran tentang ketulusan dan cinta, kasih sayang dan kesyukuran. Ada pelajaran tentang sabar dan ikhlas yang saya raut darinya.
Suatu ketika ia tiba-tiba datang ke rumah saya membawa bingkisan kecil. Begitu saya buka isinya sebuah novel tentang 'cinta ibu'. Saya merasa dia benar-benar merindukan ibunya.
"Untuk Mbak" Katanya

"Sherli ingin Mbak jelaskan isinya karena Sherli tidak mengerti apa isinya. Susah sekali memahaminya padahal Sherli dudah baca tiga kali"

Mata saya gerimis. Begitu susahkah adikku bagimu mendapatkan cinta? Saya memeluknya erat.
"Mbak sayang Sherli karena Allah", bisik saya padanya.

Kesempatan kedua. Barangkali bisa terjadi pada bagian-bagian tertentu dalam kehidupan kita. Tetapi apakah kita cukup peka memaknainya? Ada seseorang yang mendapatkan kesempatan kedua untuk belajar, untuk naik haji dua kali, untuk melanjutkan sekolah dua kali, untuk memperbaiki subuah kesalahan pada kesempatan pertama yang mungkin dulu pernah diberikanNya. tetapi jarang sekali ada kesempatan ketiga.

Bagaimanakah dengan kita jika ada kesempatan kedua datang? Kalau saya, tentu kesempatan kedua itu akan saya jalanai sebaik-baiknya, dengan tidak mengulangi kesalahan yang pernah saya lakukan pada kesempatan pertama karena bisa jadi kesempatan kedua ini adalah kesempatan terakhir yang tidak akan terulang lagi. Mulai dari azzam, niat, kesungguhan untuk mendapatkan ridhoNya. Terlepas apakah hasilnya nanti pada kesempatan kedua apa, tetapi menurut saya akan jauh lebih berarti jika saya menjalani prosedur prosesnya dengan sempurna. Bukankah itu makna taubat nasuha? Menyesali kesalahan lalu bersungguh-sungguh mengadakan perbaikan.

Apakah ada di antara kita yang mendapatkan kesempatan kedua?
Adegan kesabaran dan keikhlasan Fahri, pilihan hidup Sherli atau apa pun sikap kita menghadapi renteten kehidupan ini adalah cara Allah berbicara kepada kita tentang cintaNya. sebagian dari kita mungkin sudah cukup peka dengan satu kesempatan pertama. sebagian yang lain harus diingatkan berkali-kali agar peka denga kekuasanNya.

"Jangan sombong, Fahri", kalimat itu m,ungkin kita dengar berkali-kali tetapi jarang sekali menggetarkan hati. Kesombongan terkedang tidak tampak dan tidak disadari. Tersembunyi begitu rapi dalam lipatan hati. Di balik kesempurnaan akhlak kita ia bisa bersembunyi, membuat kita merasa benar, tidak pernah salah. Padahal hanya Allah lah yang Maha Benar, Yang Maha Tahu apakah kita sudah benar? Maka sebenarnya keluhan-keluhan kita, sekelumit kekecewaan kita atau kekesalan kita adalah juga wujud kesombongan itu.

Sikap ridho selalu beriringan dengan kesyukuran. Maka seorang mukmin yang baik adalah orang yang selalu berjalan tenang menghadapi apa pun dalam kehidupan ini tanpa mengkhawatirkan percik-percik kecil ketidaksempurnaan. Seorang mukmin adalah juga mereka yang menyandingkan keberanian (As-Sajaah), optimisme dan menelurkan keistiqomahan. Mereka yang mengiringkan khauf (ketakutan) dan raja' (harapan). Maka benarlah sebuah ungkapan yang mengatakan "Sungguh menakjubkan urusan kaum muslimin itu, Jika ditimpa musibah ia bersabar dan jika mendapat kebahagiaan ia bersyukur"

Jadi, kesempatan apa pun yang datang, adalah ruang-ruang kosong yang semestinya terisi dengan sikap positif. (Rieve)

My Favourite Film

  • The Message
  • Vertical Limit
  • Turtle can Fly
  • The Kite Runner
  • The Purshuit of Happynes
  • Ie Grand Voyage
  • Sang Murabby

My Favourite Books

  • Tetralogi Laskar Pelangi
  • A Thousand Splendid Suns
  • The Kite Runner

Acara TV Favourite

  • Akhirnya Datang Juga
  • Wisata Kuliner
  • Cinta Fitri, hehehe
  • e-Lifestyle
  • Padamu Negeri
  • Apa Kabar Indonesia
  • Kick Andy
  • Todays Dialogue
  • The nanny 911

Bagaimana pendapat anda tentang blog ini?