Mencoba memaknai hari-hari

Jumat, 09 Oktober 2009

Dan Bersabarlah,

Perjalanan ini, terasa sangat melelahkan, demikian sepotong syair Ebiet.G.Ade. Tapi buatku, seperti biasa perjalanan ini tetap harus dilalui. Menjadi rutinitas harian ketika harus bangun sebelum subuh, lalu berkejaran dengan jarum jam dinding di dapur untuk menyiapkan sarapan (sekaligus makan siang), beres-beres rumah, menyiapkan pakaian, mandi dan kemudian bergegas untuk segera berangkat mengajar tepat pukul 06.30.

Empat belas kilometer dari rumah ke sekolah mungkin bukan hal yang berat jika jalan yang ditempuh adalah jalan tol bebas hambatan yang lurus mulus. Tapi jika jalanan itu adalah jalan desa penuh kerikil dan lubang di sepanjang jalur, maka empat belas kilometer adalah empat puluh lima menit yang menyakitkan, apalagi dalam tiga bulan pertama buat ibu hamil sepertiku. Dua puluh empat jam mengajar di sekolah dalam sepekan benar-benar menjadi beban sebab hanya akulah satu-satunya guru IPA di sekolah. maka jika aku libur, siapa yang akan menggantikan? Barangkali sekarang adalah pilihan yang langka untuk memilih menjadi guru di tempat yang tanggung seperti sekolahku. Hampir-hampir aku tidak sanggup melaluinya. Tapi, bertimbun kemudian kesyukuranku sebab segalanya dipermudah. Thanks GOD. Ada saja jalan untuk menjadikannya terasa mudah meski juga selalu ada saja komentator-komentator yang membuat pedas telinga, entah itu datang dari rekan-rekan sejawat, entah dari tetangga, bahkan juga dari saudara. Tapi kurasa lebih baik menyikapinya dengan biasa. Mendengarkan yang tidak perlu, kemudian membuangnya ke tong sampah. Mendengarkan yang baik kemudian menyimpannya sebagai pesan yang berharga. Asalkan tidak membuat mereka merasa tak berharga. Seringkali kita membutuhkan waktu untuk membuktikan dan bukan sekedar menanggapi dengan kata-kata, sebab lebih banyak penonton yang pandai berkomentar ketimbang pemain yang berusaha memenangkan sebuah perlombaan. Maka wajarlah bila lebih banyak orang tanpa sadar memilih menjadi komentator.

Senin, 27 April 2009

jika boleh kubertanya

Kenapa tak kau biarkan dulu aku berjalan
menapakkan kaki biar jalanan ini kulalui
hingga sampai padamu tak cuma sendiri

kenapa tak kau biarkan dulu aku bicara
menyampaikan bahasaku dalam bahasanya
hingga sampai padamu tak cuma sendiri

kenapa tak kau tanyai dulu aku
kenapa kuambil sejenak genggamku darimu
hingga bisa kubuktikan aku sampai padamu tak sendiri

kenapa tak kau lihat hatiku
masih mekar perjuangan tengah semarak
masih bersimbah peluh harapan

kenapa masih kau lumuri keringatku dengan luka
bait kata-kata yang menghembus prasangka
jika boleh kubertanya...

Kamis, 16 April 2009

belahan jiwa

Padanya...
ada seribu alasan untukku dapati sejuta kebaikan
lewat apa saja yang kutatap
pada wajahku dalam bola matanya
pada lelahku dalam peluknya
pada celotehku dalam kesabaran telinganya
pada setiap gemuruh dadaku dalam hatinya
seperti aku melihatnya begitu rupa
lewat apa saja yang kurawat
pada wajahnya dalam penglihatanku
pada letihnya dalam dekapku
pada titahnya dalam pendengaranku
pada setiap denyut nadinya dalam darahku
belahan jiwaku

Senin, 09 Maret 2009

BELAJAR

Kalau sekedar kita saksikan semesta yang berkubah langit ini lalu melewatkannya rasanya sangat mubazir. Begitupun ketika kita menjalani kehidupan ini dengan tanpa menelisik gurat-gurat makna yang tersembunyi di baliknya, akan menjadi sia-sia semata.

Pada sebuah kesempatan, dalam Forum Annisa yang digelar secara rutin oleh salah satu Rohis SMA ternama di Tembilahan ini, saya menemukan sebuah pertanyaan yang menarik yang di ajukan oleh salah seorang siswi yang menjadi audien kala itu. Ia bertanya tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi krisis antara IQ-EQ dan SQ. Petanyaan yang berbobot menurut saya mengingat banyak remaja sekarang ini yang tidak peduli lagi soal mengolah potensi dirinya. Dan kebahagiaan saya justru buncah karena masih ada segelintir remaja yang peduli membahasnya.

Saya kemudian mencoba mengajak mereka mereview sejenak sejarah kehidupan manusia sejak Adam As diciptakan seorang diri pertama kali di Surga. Pada saat itu Allah lantas membekalinya dengan kemampuan intelektual untuk mengenali nama-nema benda di alam ini. "Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama yang ada di alam, kemudian DIA mempresentasikan kepada malaikat. Kemudian Allah berkata kepada Adam, ceritakan lah kepadaKU nama-nama benda di alam jika kamu benar" (QS. Al-Baqarah: 31).

Setelah Hawa kemudian diciptakan untuk menemani kesepian Adam yang seorang diri di surga, Allah kemudian juga mengajarkan tentang bagaimana mengelola kemampuan emosional sang Nabi pertama. Allah memperbolehkan Adam berbuat apa saja di surga asalkan tidak mendekati apalagi memakan buah terlarang. Dan sebuah gambaran yang nyata bahwa kemampuan mengendalikan emosi adalah sesuatu yang senantiasa menguji kehidupan manusia bahkan sekualitas Adam As sekalipun. Hingga pada akhirnya Adam pun melanggar larangan Allah SWT. Kembali jika kita menelisik hal ini, sebuah pembelajaran kembali bahwa Allah SWT sebenarnya membekali manusia sebentuk kecerdasan emosional (EQ).

Adam kemudian menyesali perbuatannya, dan Allah berkenan mengampuni dengan terlebih dahulu membekalinya dengan kecerdasan spiritual. Allah mengajarkan pada Adam untuk beristigfar dan bertaubat. Barulah setelah ketiga kecerdasan ini yaitu IQ, EQ dan SQ dibekalkan kepada Adam, Allah kemudian memerintahkan kepada Adam As untuk turun ke dunia.

Sekelumit catatan di atas adalah sedikit yang mungkin terekam oleh saya. Pada intinya, kita dapat membaca bahwa ketika Allah menjadikan kita sebagai penghuni bumi ini, menjadikan kita sebagai khalifah (pemimpin) dan juga agar kita tetap beribadah kepadaNYA bukanlah sebuah hal yang sepele dan sia-sia. Sebab di sini Allah juga menghendaki kita untuk menginterpretasikan kemampuan kita bagi kemakmuran alam ini dengan senantiasa berjalan di atas rel yang disediakanNya. Disisi lain kita juga bisa menyimak bagaimana seharusnya kita tetap belajar dan belajar mengasah multiple intelegence yang Allah amanahkan. Belajar mendidik diri sendiri dan kemudian mengajarkannya kepada orang-orang di sekitar kita. Mengabaikannya dan atau melupakannya begitu saja adalah sama saja berarti melalaikan amanah Allah. Belajar untuk membagi-bagikan cahaya. Sedikit barangkali, tetapi betapapun kecilnya sebuah cahaya, jika energi untukyalakannya senantiasa terpelihara, maka cahaya itu akan selamanya bersinar. Allahualam bisshowab.

Sabtu, 28 Februari 2009

PadaMU kutitipkan

PadaMU kutitipkan
segala yang tak mampu kuprediksikan
dengan seluruh ikhtiar akalku
pun dengan segenap daya logikaku
Maka padaMU kubentangkan sehampar keyakinan
akan setiap detail penjagaanMU
pada setiap hembusan nafasku
Saat aku terpana menyaksikan titahMU berlaku
Saat aku tergagap menerima anugerahMU
Saat aku tergugu sebab terharu menyapa sayangMU
Saat aku terheran-heran membaca segalanya
PadaMU kutitipkan
setiap helai kehidupan yang Engkau berikan
Tuhan...
aku berpegangan erat padaMU

Senin, 16 Februari 2009

ASAP DAN HUTAN RIAU (AGAIN)


Beberapa tahun belakangan ini, di setiap musim tanam dan musim kering, Riau selalu berhadapan dengan ritual bencana asap, disamping juga bencana banjir dan pencemaran sungai. Bencana ini seolah menjadi hal yang lumrah dan merupakan bagian dari ritme kehidupan yang harus dilalui, meskipun asap yang ditimbulkan oleh pembakaran hutan dan lahan ini menimbulkan kerugian milyaran rupiah setiap tahunnya. Alhasil, Riau pun dinobatkan sebagai salah satu propinsi penghasil asap terbesar di Indonesia. Tetapi anehnya, Pemerintah Daerah tidak juga memberikan respon yang berarti untuk memperbaiki keadaan dan masih saja bergulat dengan permasalahan klasik, seperti kekurangan dana dan peralatan. Inilah realita yang ada di propinsi yang menganggarkan belanja tahunannya senilai dua trilyun rupiah lebih ini.

Meneliti kembali runtutan peristiwa yang berakibat bencana ini, barangkali tidak lah salah bila bencana ini merupakan akibat dari kesalahan terhadap alam ketika pada tahun 1980-an mulai terasa dampak memburuknya kesehatan hutan alam Riau akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran. Ratusan hektar hutan dilepaskan kepada pengusaha HPH, disusul politik konversi dengan memberikan peluang yang besar kepada pengusaha sawit dan HTI serta insentif bagi IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) kepada pengusaha perkbunan dan Dana Reboisasi kepada pengusaha HTI. Akhir tahun 1990-an kebutuhan dunia akan CPO (minyak sawit) meningkat pesat. Ditambah ambisi dua industri pulp dan paper menjadi eksportir kertas terbesar di dunia dan dilengkapi dengan keinginan pemerintah Daerah untuk memperluas perkebunan sawit menjadi 1,02 juta hektar dari 2,5 juta yang ditargetkan, sehingga terciptalah simbiosis mutualisme antara pengusaha dan penguasa yang meng-iya-kan pembersihan lahan (land clearing) melalui praktek membakaran hutan yang pada akhirnya meluluhlantakkan seluruh tutupan hutan Alam Riau menjadi sekitar 785 ribu hektar saja pada April 2003.

Secara biologis, pembakaran lahan yang merupakan salah satu cara yang digunakan oleh Perkebunan Besar di Riau memang dapat menaikkan pH tanah menjadi antara 5 -6, sehingga cocok untuk ditanami sawit. Tetapi pada dasarnya land clearing ini menimbulkan kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembakaran hutan mengakibatkan kerugian ekonomi, erosi karena tanah 20 – 30 kali lebih peka dibandingkan dengan daerah hutan yang tidak terbakar, terjadinya perubahan iklim global, hilangnya habitat satwa dan erosi berbagai bibit benih tumbuhan dan fauna di lantai hutan, mempercepat penghilangan biomassa lantai hutan, mempercepat proses pencucian hara tanah, terjadinya banjir di daerah yang hutan gambutnya terbakar, dan polusi udara serta air.

Kebakaran hutan juga berdampak pada kesuburan tanah. Sifat fisika tanah berubah dengan rusaknya struktur tanah sehingga menurunkan infiltrasi dan perkolasi tanah. Hilangnya tumbuhan juga membuat tanah menjadi terbuka sehingga energi pukulan air hujan tidak lagi tertahan oleh tajuk pepohonan. Pada fisik kimia tanah juga terjadi peningkatan keasaman tanah dan air sungai. Untuk sifat fisik biologi tanah, kebakaran hutan membunuh organisme tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme, seperti cacing tanah yang dapat meningkatkan aerase tanah dan drainase tanah juga menghilang di samping hilangnya mikroorganisme tanah seperti mikorisa untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara P, Zn, tambang (Cu), magnesium (Mg) dan besi (Fe).

Inilah kesalahan sebagian kita terhadap alam yang merupakan ayat-ayat qauniyah-nya Allah SWT. Padahal telah jelas dikatakan di dalam Alqur’an bahwa kerusakan di muka bumi ini adalah akibat ulah manusia juga. Kita baru kerepotan menyediakan masker ketika musim asap itu tiba. Kita baru sibuk membicarakan penyakit ISPA ketika asap telah menyesakkan dada. Pendidikan mulai mengeluhkan semrawutnya kalender pendidikan ketika sekolah-sekolah diliburkan dengan alasan asap yang membahayakan. Ya, asap seolah menjadi momok yang tidak berujung pangkal.

Sangat disesalkan memang. Undang-undang dan peraturan pemerintah tentang penanganan kasus pembakaran hutan ini bukan tidak ada. Tetapi kesemuanya itu seolah hanya lips servise tanpa ada tindak lanjutnya. Jika pun ada hanyalah produk setengah-setengah yang lantas dilupakan setelah ritual bencana itu berakhir.

Di sinilah kita hari ini, menangguhkan kepercayaan yang rasanya semakin mewah dan mahal. Terus menerus kita membangun kepercayaan sehingga ia menjadi kata kunci. Tetapi, itu pun hanya pemikiran sebagian dari kita yang peduli pada alam, apalagi hedonisme penduduk Riau termasuk Indragiri Hilir seolah turut andil dalam kelalaian untuk menjaga alam ini. Terbungkam materi, bangunan-bangunan kokoh, perkembangan ekonomi dan juga teknologi yang tidak dibarengi dengan landasan keilmuan yang berarti. Tetapi di sisi lain rasa malas untuk memperhatikan alam semakin menjadi, kemerosotan pendidikan yang terkubur tipu daya materi, keegoisan yang mengenyampingkan keadilan dan rasa kasih sayang pada sesama adalah wajah Riau saat ini. Salah satunya ketika penduduk miskin di sekitar areal hutan yang terbakar dan terpencil mengerang kesakitan sekaligus kesulitan, pada saat itu juga jalan-jalan ke luar negeri justru menjadi trend sebagian masyarakat atas. Padahal juga negara yang dikunjungi menodong kita sebagi eksportir asap yang mengganggu kehidupan mereka. Padahal lagi sebagian pengusaha sawit dan juga penadah minyak sawit itu adalah dari negara tetangga. Mengapa kita enggan untuk unjuk peduli memikirkan nasib bumi yang terus mengepulkan asapnya karena tak mampu lagi mengingatkan negeri kita dengan hanya banjir saja.

Mungkin tak kan habis-habisnya bila terus kita korek kepulan asap di Riau ini. Upaya pencegahan, penanggulangan dan pemantauan sudah sepantasnya segera dilakukan oleh semua pihak di Riau. Menjadi pemikiran untuk kita semua, apa yang akan kita lakukan untuk menyelamatkan bumi Riau, agar Allah tak perlu berkali-kali mengingatkan kita karena hanya orang-orang yang lalai lah yang tak mengindahkan peringatan Allah. Allahualam bishowab. (Rieve)

Ketika Ukhuwah diuji

"Ya Allah,
aku berdoa kepadaMU
tolong jangan kaburkan penglihatanku dalam membelaMU dalam setiap langkahku.
Tolong rapikan yang terserak dan rekatkan yang terlepas.
Tolong benahi yang hancur dan tegakkan yang runtuh.
Tolong kuatkan yang rapuh dan cairkan yang membeku.
Tolong tenangkan yang beriak dan bangunan yang terlelap.

Ya Allah,
tak ada satu parameter pun yang mampu mengukur seberapa besar kuasaMu atau mengintip meski sehelai rencanaMu. Aku hanya terus belajar meluruskan setiap bagian ragaku untuk menghadapMU seutuhnya agar dapat membawa peran sertaMU dalam setiap tindakanku. Ampuni bila ku tak peka tuk bersyukur atas segala yang telah Engkau karuniakan padaku, atas setiap bentuk kasih sayang yang Engkau curahkan lewat sekeping ujian, ataupun peringatan. Maka ku yakin hanya Engkau lah yang berkuasa atas segalanya.

Pada barisan ini aku masih berjalan dengan ragam kecepatan yang berubah-ubah. Persis sebagaimana grafik GLBB dalam mekanisme keilmuan yang kutahu, kudapat melihat betapa lemahnya aku sebagai hambaMU. Dari sana pula kulihat betapa Maha Besarnya ENGKAU menjaganya dalam sebentuk grafik terkontrol yang tetap melibatkanMU dalam setiap bagian kehidupanku. Maka kubuktikan pengawasanMU yang seiring dengan curahan cintaMU. Betapa penyayangnya ENGKAU yang memberi hikmah pada setiap peristiwa meski aku terkadang demikian lamban memaknainya.

Ya Rabb... dengan seluruh kecintaanku padaMU, aku berdoa semoga ENGKAU berkenan meringankan beban saudara-saudaraku, dan tidak menjadikanku bagian dari mereka yang menambah beban. ENGKAU saja yang berhak mengukur setiap bentuk pengorbanan.
Ya Allah, aku berdoa untuk saudara-saudaraku yang bersetia memenangkanMU. Agar ENGKAU jaga ukhuwah ini untuk senantiasa sebening kasih sayangMU. Amin

Kamis, 12 Februari 2009

KOLASE WAKTU

"Ada yang bilang waktu adalah obat yang paling mujarab dalam menyembuhkan luka. Tapi kenapa begitu banyak kenangan dan memoar yang dituliskan? Kenapa kuburan terus dipenuhi peziarah, mengenang yang sudah tiada? waktu ternyata tidak pernah bisa menghilangkan racun kesedihan. Membuatnya jadi tertahankan, iya. Tapi pedihnya akan tetap nyata. Dan masing-masing kita yang sudah terkena racun kesedihan menjadi manusia dengan racun yang masih bergerak dan berputar-putar mengalir bersama oksigen dalam darah. Terus ada di sana tanpa bisa hilang. Waktu hanya seperti adrenalin dosis tinggi yang membuat kita melupakan rasa sakit untuk beberapa saat yang membuat kita bisa terus melangkah."
READ MORE...

Jika Hidup adalah PIlihan

Begitu banyak orang yang berfikir pragmatis dan memilih jalan termudah demi sebuah kebahagiaan. Begitu sederhanakah makna 'kebahagiaan' itu hingga begitu banyak orang dengan cepat mengambil keputusan dengan alasan pertimbangan-pertimbangan yang memberatkan. Maka pertimbangan yang paling banyak nilai plus nya yang akan dijadikan sebagai sebuah keputusan.

Saya bertanya; seberapa berarti nilai 'plus' itu bagi mereka? Dan selanjutnya atas dasar apa mereka memberi nilai 'plus' itu? Jawabannya lebih banyak orang yang menilai segala sesuatu dari sisi duniawi, atas pertimbangan-pertimbangan pragmatis sekaligus menguntungkan. Berbagai alibi yang bermunculan pun demikian rapi dikemas dengan tema 'demi kebaikan bersama'. Ternyata memang harga sebuah keputusan tidak lebih dari sebuah pembenaran dan bukan kebenaran. Setidaknya itu yang lebih banyak terjadi. Menyedihkan sekaligus menunjukkan betapa murahnya harga diri pada sebagian kalangan saat ini. Idealisme seolah hanya tulisan bersejarah yang cukup dikaji sebagai kenangan karena dalam perkembangannya lebih banyak yang dikalahkan ketika berhadapan dengan perkembangan sikap, pola dan tuntutan bermasyarakat. Kesimpulannya, tidak ada satu parameter pun yang mampu menilai setiap individu secara detail karena segala sesuatu bisa berubah. Mungkin di sinilah letak kemutlakan takdir yang tidak bisa diubah. Setiap orang hanya bisa berikhtiar, tetapi eksekusi akhirnya adalah mutlak merupakan kehendakNYA. Maka di sinilah juga peran doa mengukuhkan keimanan. Jika ada yang mengatakan bahwa doa bisa mengubah takdir, itu sangatlah benar. Sebab pada saat berdoa dengan bersungguh-sungguh, pada saat itu kita menyerahkan sepenuhnya kepadaNYA. Dan ketika telah menyatakan diri untuk berserah sepenuhnya, itu berarti pula bahwa kita tunduk atas semua kehendakNYA, menyamakan persepsi kita dengan persepsi Sang Maha Berkehendak, mengalahkan ego kita dengan kasih sayangNYA.

Hidup ini adalah besaran waktu yang dipenuhi pilihan-pilihan. Nilai dari setiap pilihan adalah nilai keimanan itu sendiri karena pada dasarnya pilihan-pilihan hidup itu adalah ujian akidah tentang bagaimana cara kita menentukan kebijaksanaan, tentang bagaimana kita menempatkan diri sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab atas perannya sebagai pemimpin setidaknya sebagai pemimpin bagi diri sendiri. Tentang bagaimana kita menerjemahkan setiap episode kehidupan sebagai bentuk pembelajaran dariNYA untuk memperbaiki kualitas kita sebagai manusia.

Di sanalah kemudian kita dihadapkan pada interaksi kita antar sesama manusia. Pasang surut keimanan kemudian menyertainya. Cobalah berbicara dengan beragam jenis manusia, akan kita dapati beragam pemikiran, beragam pola hidup, beragam cara pandang yang menentukan caranya bersikap dan berjalan. Ada yang setengah-setengah mengimaniNYA, ada yang salah kaprah memahaminya, ada yang berpura-pura mengimaniNYA dan ada yang bersungguh-sungguh mengenaliNYA.

Jika hidup memang hanya sesederhana 'kebahagiaan' duniawi tentu segala sesuatu dengan mudah diputuskan atas nilai-nilai 'plus' bertaraf kebahagiaan duniawi, semisal bahagia memiliki banyak teman, kebahagiaan mendapatkan status dalam masyarakat. Tapi sungguh, bukankah hidup tidak sebatas untuk kebahagiaan dunia? Bukankah hidup ini adalah perjalanan menempuh kehidupan setelah mati? Mari kita berserah diri sepenuhnya kepada Sang Maha Penentu. Semoga petunjukNYA mengiringi setiap bentuk episode hidup yang kita jalani, meski mungkin reaksi negatif menyerbu dari segala sisi. Saya, entahlah dengan anda... meyakini bahwa setiap ketentuanNYA adalah hal terbaik menuju hal yang paling baik menurutNYA. Sekali lagi, menurutNYA dan bukan menurut persepsi manusia. Semoga Allah senantiasa melapangkan hati-hati kita. Amiiin...

My Favourite Film

  • The Message
  • Vertical Limit
  • Turtle can Fly
  • The Kite Runner
  • The Purshuit of Happynes
  • Ie Grand Voyage
  • Sang Murabby

My Favourite Books

  • Tetralogi Laskar Pelangi
  • A Thousand Splendid Suns
  • The Kite Runner

Acara TV Favourite

  • Akhirnya Datang Juga
  • Wisata Kuliner
  • Cinta Fitri, hehehe
  • e-Lifestyle
  • Padamu Negeri
  • Apa Kabar Indonesia
  • Kick Andy
  • Todays Dialogue
  • The nanny 911

Bagaimana pendapat anda tentang blog ini?