Menurut saya, setiap detail kehidupan ada maknanya. Kita bisa belajar dari mana saja, dari apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, apa yang kita baca, apa yang kita rasakan, dari orang-orang terdekat, dari mana saja.
Ada kebahagiaan tersendiri ketika misalnya mendapat telepon dari teman lama dan menanyakan bagaimana kabar kita. Atau sebuah SMS berisi taujih yang dikirim oleh saudara di kejauhan. Atau bahkan sekedar sapaan apa kabarmu dari teman-teman ketika bertemu. Sebentuk perhatian kecil, tapi luar biasa dampaknya bagi orang lain.
'Orang taqwa bersih hatinya sampai pada lipatan terkecil'.
Kalimat di atas adalah salah satu SMS dari seorang saudari yang dikirimnya pada suatu malam menjelang saya terlelap. Jika datang pada waktu yang tepat, pasti pesan apa pun yang tersampaikan akan langsung menuju sasaran.
Lipatan terkecil hati, bagaimana menerjemahkannya? Astagfirullah... saya bersistigfar berkali-kali menelurkan serentetan kesadaran akan deretan slide-slide khilaf dan kesalahan yang tercipta sepanjang hari ini.
Ternyata tidak mudah mendapat predikat taqwa. Tidak cukup dengan sekedar melaksanakan rutinitas ibadah, pencapaian target tilawah, shaum, baca buku, atau berbuat baik kepada sesama. Ada prasyarat terpenting, di mana kondisi hati harus bersih sampai lipatan terkecil.
Abu Bakar Sidiq ditakuti syetan karena kebersihan hatinya. Fatimah dan Ali terjaga kemurnian cintanya karena kebersihan hatinya. Kebersihan hati selalu bersinergi dengan produktifitas amal. Seseorang yang futur (menurun kondisi keimanannya-red) sedikit banyak pasti disebabkan oleh percik-percik noda yang mengharuskan pembenahan hati, sebab ada yang terserak di dalam qalbu, mesti dibenahi.
Ada dua kesempatan utama menurut saya yang bisa kita optimalkan untuk mereparasi hidup. Dua kesempatan yang PASTI mempengaruhi kualitas ketangguhan IMAN kita. Dua kesempatan itu adalah sesaat menjelang tidur dan sepertiga malam menjelang fajar. Sebelum tidur adalah kondisi di mana jiwa semestinya diserahkan kepada Allah agar saat terlelap kita tetap dijagaNya. Sesaat sebelum tidur adalah saat-saat dimana semestinya kita menghadirkan kejujuran tentang apa saja yang sudah kita lakukan sepanjang hari, apa yang belum sempat kita kerjakan, apa yang sudah diberikanNya dan apa yang harus kita perbaiki untuk esok hari. Lalu selanjutnya kita kembalikan padaNya agar DIA hadirkan keridhoanNya dan berkenan menentramkan jiwa kita dalam lelap yang berarti kematian semu.
Lalu saat-saat menjelang fajar, saatnya mngisi energi bagi jiwa untuk mengarungi kehidupan sepanjang hari. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di hadapan kita, bahkan sedetik setelah ini pun sebuah keghoiban yang hanya Allah yang tahu. Maka saatnyalah bagi kita memasrahkan seluruh diri, jiwa, cinta, hati, harapan dan segalanya kepada Allah agar keridhoanNya pula yang mengiringi detik-detik kehidupan kita. Hingga tersematlah sebuah ketentraman seusai Qiyamullail bahwa kita telah menitipkan utuh padanya hidup kita untuk berjalan sesuai kehendakNya. Saat-saat menjelang fajar adalah juga saat doa diijabah, saat kita mengadukan segalanya dengan bebas kepada Allah Yang Maha Terpercaya, menyampaikan harapan-harapan kita, menyertakan nama-nama dan wajah-wajah saudara dalam doa-doa kita, saat menumpahkan segala ketakutan, keinginan, segalanya. Qiyamullail adalah saat paling indah untuk memaknai kehidupan. Hingga tak terbayangkan bila kita melalaikan sepertiga terakhir itu, tak terbayangkan apa jadinya andai tiada Al Quran yang tertadaburi sepanjang hari, tak terbayangkan andai Allah tidak menyediakan banyak obat hati untuk menetramkan jiwa.
'Seorang mukmin boleh saja salah atau gagal tetapi ia tidak boleh kalah, tidak boleh lemah. Ia tidak boleh menyerah. Ia harus kuat. Ia harus mampu menembus gelap agar bisa menjemput fajar'.
Ya ...Taqwa memang tidak mudah didapat, tapi wajib diupayakan, wajib dilatih terus menerus, dibasuh berulangkali. Karenanya kualitas dan kuantitas ruhiyah kita harus terus meningkat. Allahu alam bisshowab. (Rieve)