Tulisan ini hanyalah ungkapan kesyukuran atas sederetan nikmat yang dikaruniakanNya pada saya dan ingin saya bagi rasa syukur ini pada anda. Saya awali dengan doa semoga Allah mengekalkan cahayaNya di hati kita agar bisa menerangi jalan sepanjang sisa hidup kita dengan penuh keberkahan. Sesungguhnya hanya ridhoNya lah yang kita harap menjadi bekal kehidupan di dunia dan akhirat kelak.
“Ya Allah…andai menurutMu aku masih sanggup menjalani kehendakMu dan itu baik bagiku, maka kekalkanlah cahayaMu di hatiku agar aku kuat. Dan andai menurutMu aku tak lagi sanggup menjalani kehendakMu dan itu buruk bagiku, maka akhirkanlah hidupku dalam syahid di jalanMu dengan membawa cahaya keimanan menemuiMu. Sungguh, Engkau tidak pernah membebani seseorang melebihi kesanggupannya. Maka dengan mengingatMu hati menjadi tenang”.
Bersyukurlah kita yang senantiasa dijaga Allah dengan serentetan kejadian dan pengalaman hidup yang membuat kebergantungan kita kepadaNya tumbuh, menyadarkan bashirah (mata hati) kita tentang betapa penyayangnya Allah selalu menghendaki kita untuk berdekatan denganNya, menempatkan kita pada situasi-situasi yang membuat jiwa kita kuat lalu melengkapi kesabaran kita dengan mengganti tiap butir air mata keridhoan dengan ketenangan, mengganti kelapangan hati kita dengan sebuah rumah yang lapang di surgaNya.
Allah lebih tahu bagaimana caranya menangani jiwa kita. Tidak cukup sekali terkadang diulangNya lagi sebuah ujian yang berat. Tak cukup dengan yang mudah kadang ditambahnya kemudahan dengan kesulitan yang terlebih dahulu harus kita lalui. Seolah menegaskan pada kita tentang firmanNya dalam Q.S Al-Insyirah “Bersama kesulitan pasti ada kemudahan”. Beruntunglah kita yang diuji berkali-kali sebab ia menghendaki kita untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Maka bila ujian itu datang, semestinya kita bahagia dan bersyukur bisa menikmatinya kembali. Saatnya bagi kita menguji kualitas jiwa dalam menjalaninya. Adapun hasilnya biarlah menjadi hak Allah memberikannya. Jika diperhatikan, kesulitan apa pun yang kita alami hanyalah tema kecil kehidupan yang sekaligus merupakan sarana Allah untuk menempa diri kita. “Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas “ (Q.S Az Zumar : 10)
Adalah keniscayaan bahwa jasad akan melangkah indah bila disertai dengan ruh yang matang dan tenang. Sikap kita dalam menghadapi kesulitan akan memberikan kontribusi penting yang menentukan keberhasilan dakwah ini. Sebenarnya tidak penting apa yang kita jalani, tetapi kemudian menjadi penting bagaimana kita menjalaninya.
Di sisi lain, kesulitan adalah juga manifestasi cinta Allah dalam memperindah kualitas keimanan kita. Tanpa kita sadari pertolongan Allah hadir melalui keikhlasan kita menjalaninya. Tidak hanya dalam diri kita tetapi juga tumbuh dimana-mana. Terkadang hanya dengan senyum keikhlasan kita mampu membuka kesadaran orang yang kita temui. Terkadang dengan sepotong kalimat keikhlasan mampu menumbuhkan percik kecil cahaya dalam diri orang lain. Jika pertolongan Allah begitu dekatnya, bukan tidak mungkin jika Allah pun akan memberikan kita jalan keluar terbaik pada ujung perjalanan kita. Sekali lagi, asal kita ridho menjalaninya. Lantas menjadi tidak penting pula berhasil atau tidaknya sebuah usaha kita menggarap proyek apapun di dunia ini, sebab kemenangan hakiki itu hanyalah hak Allah SWT. Apalah artinya sebuah kegagalan bila dibalik kegagalan yang kita ikhlas menerimanya ternyata digantiNya dengan banyak kebaikan dunia akhirat.
Subhanallah…Maha Suci Allah, senantiasa menjaga sebentuk kesadaran dalam diri kita untuk menyertakanNya dalam setiap kejadian. Masyaallah…ternyata setiap luka tidak lagi berasa sakit, setiap kecewa tidak meninggalkan duka, setiap tetes airmata pengharapan ternyata melahirkan sikap ridho, berserah sepenuhnya kepada kehendak Sang Maha Berkehendak.
Susah dimengerti kenapa kesulitan yang kita pandang sulit setelah diserahkan kepada allah ternyata berbuah keberkahan. Tidak pun buat kita, minimal buat orang-orang di sekitar kita. Allah membuka jalan keluar bagi kita lalu Allah pula yang menjaganya.
Maka tidak ada yang perlu kita risaukan dalam hidup ini selain dari jiwa kita sendiri dalam menjaga cahayaNya. Semoga kita senantiasa dijagaNya. Memiliki penerang hati yang mampu menjadi pelita tuk melanjutkan perjalanan menembus keghaiban yang pekat. Mari kita ikhlaskan ketentuanNya dalam hidup ini demi tegaknya agama Allah. Mari kita infaqkan bagian-bagian hidup yang harus kita lalui dengan pengorbanan demi kebesaran namaNya. Dan biarlah Allah yang menentukan takdir kita sebagai bagian dari perjalanan dakwah. Kelak pasti akan berarti sebagai pelajaran indah bagi generasi yang kita tinggalkan bila kita memang harus menemuiNya lebih dulu. Hanya dengan ridho kita bisa mendapati ridhoNya.
Tak tergambarkan tenangnya suasana hati setiap kali menuntaskan kepasrahan pada akhir sujud Qiyamullail. Tak terkatakan kelegaan setiap kali meneguk minuman saat berbuka puasa sembari mengikhlaskan dahaga kita seharian untuk melatih kepekaan dan penerimaan dalam diri. Tak terganti dengan apa pun nikmat iman yang ditanamkanNya dalam hati tiap kali mendapati kesadaran betapa Penyayangnya Allah. Tak terungkap ketenangan jiwa setiap mentadaburi kalamNya. Tak terperi indahnya ketika mendapati ikatan ukhuwah yang melebihi kecintaan apa pun di dunia ini. Seperti dikatakan Anis mata “cinta jiwa” hanya dimengerti oleh mereka yang meletakkan ‘cinta misi” sebagai jalan bersama. Hanya dipahami oleh mereka yang mampu menempatkan itsar sebagai bentuk kebahagiaan dimana kebahagian tergantung dari banyaknya memberi dan bukan banyaknya menerima. Dan proyek besar kita adalah bagaimana menegakkan agamaNya bersama-sama. Jadi persoalan hidup ini bukan tentang gagal dan sukses, bukan pula tentang siapa yang benar dan salah, bahkan bukan pula tentang apa yang kita dapati. Ini tentang level of problem: mereka yang menikmati perjuangan dengan kesyukuran adalah mereka yang siap bergabung dengan tim kafilah keabadian yang telah melampaui batasan emosi kekanakan terlebih yang tersendat dalam problematika dunia. Segala sesuatu telah terintegrasi secara harmonis dalam hati dan jiwa yang lapang…dimana mereka menyadari bahwa pada akhirnya hidup mereka akan berujung di sana…di negeri akhirat…di negeri keabadian…dan apa yang mereka risaukan di sini sebenarnya bisa dilupakan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih agung. Dan itu adalah gagasan tentang keabadian ini…untuk Allah Yang Maha Kekal.
Kelegaan, pastinya itu yang kita dapati ketika membaca firmanNya “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) berduka cita.” (Al-Ahqaf: 13). Allahualam bisshawab. (Rieve)