Sebuah alasan untuk memilih satu pilihan : satu jalan hidup yang kuyakini paling benar di antara yang benar. Sebuah alasan untuk bersetia di dalamnya, di antara luka-luka, canda tawa dan gelombang tiada henti yang menghantam perjalanan. Sebuah alasan untuk senantiasa berkhusnudzon atas ketetapanNYA, pahit pun manis, indah pun perih. Akhirnya menjadi satu-satunya alasan untuk senantiasa berdoa, berharap ALLAH meneguhkanku hingga tercapai syahid sebagai cita-cita kehidupan.
Sampai tulisan ini kurakit, aku masih meyakini bahwa segala sesuatu bisa bermakna jihad tergantung bagaimana kita memaknainya. Bahwa tidak harus mendapatkan apa yang kita ingini atau meraih apa yang kita harapkan. Bila ikhtiar ternyata masih harus diperpanjang kontraknya, bukankah itu juga berartui bahwa Allah begitu suka bila kita tetap setia berharap hanya padanya. Ya, selagi kita bukan pendosa, dan selagi kita bukan penikmat kesalahan, kesulitan selalu akan mengilhami kita untuk memperkuat keimanan dan keyakinan bahwa Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Satu demi satu lembaran lembaran kesulitan itu akan tersingkap, sebab selagi masih di dunia, kesulitan itu pasti ada takdir selesainya. Kededikasikan untuk saudara-saudara seperjuangan yang masih setia berjalan bersama-sama hingga hari ini, masih setia mengingatkan dan masih setia untuk saling menjaga agar tetap berjalan rapi seperti yang dikehendakiNYA.
Jika kau tanyakan padaku, kenapa aku memilihmu? Kupastikan tak perlu kujawab sebab telah kau lihat jawabannya pada keberadaanku hari ini bersamamu. Sebagaimana rabithahku menyertakanmu, kuyakin engkau pun menyebut namaku dalam doamu. Kita percaya pada titahNya bahwa di surga ada mimbar-mimbar di tempat yang tinggi yang begitu bercahaya membuat para nabi bertanya-tanya siapakah gerangan yang duduk di sana dengan gemerlap serba putih bercahaya? Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah. Meski tak terbayang oleh kemampuan fikir kita tentang betapa indahnya tempat itu, tetapi menjadi kekuatan bagi kita untuk terus memberikan ketulusan dan kekokohan dalam menjaga sesama kita untuk bersiteguh di jalan yang kita pilih. Ya Wadud, ikatkanlah hati-hati kami dalam kecintaan kepadaMu.
Kenapa aku memilihmu? Padahal begitu gemerlap sekelilingku menawarkan keindahan. Sebab selalu kau ingatkan aku bahwa dunia hanya fatamorgana, bahwa seberapapun megahnya yang kita temui hanyalah sekuat rumah laba-laba yang akan segera hancur bila kita sentuh. Apatah lagi bila kekuasaanNya yang menyentuh dengan kemurkaanNya yang datang menghancurkan segala dengan sekali titah ’kun fayakun’ maka jadilah. Pada kokoh sandaranNya kita berpegangan dan saling menguatkan temali yang mengikat erat sandaran kita, pada setiap kata sebagai penyemangat, pada setiap nasihat yang mengingatkan, pada setiap senyuman yang menentramkan bahkan pada sebuah diam yang meluluhlantakkan kemaksiatan. Kita percaya pada kisah Badar, di mana jumlah yang sedikit akan dimenangkanNya asal yang sedikit itu memiliki ketundukan untuk taat menapaki kebenaran dan yang sedikit itu mempercayakan kebergantungan pada pertolonganNya. Maka mudah bagiNya membuat yang sedikit itu seketika berlipat-lipat jumlahnya dalam pandangan yang melihatnya. Kita juga mengenang Uhud yang merupakan gambaran ketidaktaatan yang menghacurkan keridhoanNya atas sebuah pertolongan hingga DIA urungkan kemenangan. Kita hanya memilih sebuah keteraturan, kestiqohan, ketaatan yng semua itu disertai pemahaman. Ya pada akhirnya menjadi alasan untuk kita memahami Beginilah jalan dakwah mengajarkan kita.
Kenapa aku memilihmu? Sebab padamu kudapati kesamaan arah, tujuan, pedoman, langkah dan gerak yang kutempuh. Pada pencarian yang akan terus kutempuh hingga akhir hayatku kelak aku terus tumbuh dan tumbuh sebagian bagian dari bangunan yang kita harapkan senantiasa dijagaNya. Kutahu, sedikit saja khilafku meski tersembunyi dengan rapi dalam hati bisa mendatangkan kemurkaanNya yang akan menghancurkan bangunan kita. Aku takut padaNya, karenanya aku selalu ingin menjadi bagian yang rapi. Jika suatu saat aku terseok dan bengkok, maka bangunan kita harus kembali dikokohkan. Karenanya kita ada dalam sebuah kebersamaan ini, sebab dengan bersama-sama akan memberi kekuatan untuk lebih mengokohkan, akan ada yang merapikan, akan ada yang melihat ke atas, ke depan, ke belakang, ke bawah hingga semua sisi selalu terpelihara. Sebagaimana kita selalu berdoa ”Ya Allah...berikan cahaya pada hatiku, berikan cahaya di hadapanku, dibelakangku, di samping kananku, di samping kiriku, di bawahku. Di atasku...Ya Allah...liputilah diri dan jiwaku dengan cahayaMu agar aku tahu kemana petunjukMu membawa langkahku”. Seperti sebuah tubuh, jika ada bagian tubuh yang sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Begitu pun kita, jika ada seorang saja terluka, kita semua dapat merasakannya. Kurasa kita sepakat bahwa ta’liful kulub lah yang menjadi kekuatan itu. Keterikatan hati yang merupakan anugerah iman dariNya.
Kenapa aku memilihmu? Seribu alasan tak cukup untuk mengutarakan kesyukuranku. Terkadang hanya bisa kujawab, sebab semua yang kucari ada padamu. Meski keberadaanmu bukan segalanya bagiku, tetapi tanpamu segalanya tiada artinya bagiku. Maka kukatakan pilihanku adalah sebuah keniscayaan bagiku.
Kenapa aku memilihmu? Sebab kau tidak sekedar pilihanku tetapi engkau yang dipilihkanNya untukku dan tak ada alasan bagiku untuk menolak pilihanNya. Aku mengenalmu mulai dari pengetahuanku yang sangat terbatas hingga aku lebih sedikit memahamimu dan ingin terus menambah pemahamanku tentangmu sebagaimana engkau telah lebih dulu memahamiku. Engkau menempatkanku pada tempatku, dengan cara yang terkadang baru kupahami saat kudapati diriku telah jauh melangkah dan memiliki segala yang kubutuhkan. Padamu kurasakan ketentraman, keseimbangan dan sebuah kebutuhan untuk merasa dibutuhkan.
Kenapa aku memilihmu? Meski kutahu bahwa jalan yang kutempuh akan sangat panjang? Tak banyak yang bisa kuungkapkan selain keharuan saat mendapati satu kenyataan bahwa ketidaksempurnaan kita memang tidak mampu mengungguliNya. Itulah bukti bahwa hanya DIA Maha Sempurna. Kadang kita lelah, maka harus disemangati. Kadang kita sakit, maka harus diobati. Kadang kita lalai, maka harus diingatkan. Kadang kita layu, maka harus disiram. Sekali lagi, pilihanku memang bukan pilihan yang mudah. Pilihanku adalah pilihan yang penuh resiko, tak jarang onak dan duri kutemui. Tak sekali aku terjatuh. Biasa bagiku menghadapi cerca, tak mengapa bila sesekali mendapati maki. Tak sebanding dengan Qudwahku yang tetap sabar meski diludahi. Sesekali aku juga tertinggal sebab semua yang berada di sekitarku bergegas dan terus bergegas. Gerimis mengguyur hatiku saat pertarungan terberatku mempertahankan kekokohan hati dan jiwa agar menjadi penjaga yang kokoh harus terus kubangun. Sungguh, hal yang terberat adalah melawan diri sendiri. Maka pantas menurutku bila ganjarannya sama dengan mengikuti perang Badar yang dahsyat. Pada akhir malamku kutitipkan hidupku agar saat fajar menjelang aku melangkah seperti perintahNya dan mempercayakan diri, jiwa serta hatiku pada kuasaNya.
Kenapa aku memilihmu? Aku hanya bisa tersungkur sujud mengucap sejuta kesyukuran sebab engkau adalah pilihan yang paling tepat yang dipilihkanNya untukku. Semoga berada bersamamu menjadi kehidupanku hingga DIA menutup usiaku dan berkenan menjadikanku sebagai syahidah. Sebagaimana pilihan yang ditawarkanNya ”Hidup mulia atau mati sebagai syuhada”. (Rieve)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar